MAKALAH SENI RUPA TENTANG PERAN SENI RUPA DALAM PENDIDIKAN
PERANAN KARYA SENI RUPA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
Pendahuluan
Dalam bidang seni rupa ternyata banyak perupa mengangkat tema-tema yang menyangkut apa yang mereka lihat dan rasakan dalam lingkungan kehidupan sehari-hari. Oleh karena seniman adalah bagian dari warga masyarakat. Mempunyai mata hati yang dapat merasakan dan menggetarkan perasaannya untuk diekspresikan melalui berbagai karya seni rupa, baik dalam bentuk dua dimensi berupa seni lukis, maupun karya tiga dimensi dalam wujud seni patung.
Seniman kreatif dan inovatif senantiasa mencari ide-ide baru dalam karya-karya yang mereka hasilkan. Ide kreatif itu mungkin diwujudkan dalam pemilihan materi yang digunakan atau dalam pemilihan tema-tema yang diangkat dalam karyanya. Kendatipun berbagai tema yang dapat muncul menjadi subject matter dalam sebuah karya seni rupa pada garis besarnya dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan fungsinya. Fungsi itu adalah sebagai berikut; 1) berfungsi mendidik (education); 2) berfungsi menghias (decoration), 3) berfungsi hiburan (entertainment), 4) berfungsi informasi (information). Keempat fungsi di atas dapat mempengaruhi penontonnya dalam hal pembentukan karakter bangsa.
Karya Seni Rupa yang Mendidik
Pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan dan membentuk moral bangsa. Perlu disadari bahwa tujuan pendidikan nasional kita adalah; mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab. (UUD No. 20 Th. 2003 Pasal 3).
Selanjutnya timbul pertanyaan, karya seni rupa yang bagaimana yang dikategorikan sebagai karya yang mendidik, dan yang bagaimana pula sebaliknya yang tidak mendidik? Untuk menjawab pertanyaan ini tidaklah gampang karena setiap karya yang dikategorikan tidak mendidik akan ada pembelaan yang dahsyat dari orang-orang atau kelompok yang pro kepada karya tersebut dan paling tidak pembelaan itu datangnya dari senimannya sendiri. Jadi untuk menentukan hal tersebut kita seharusnya menggunakan suatu acuan atau indikator, misalnya acuannya menyangkut moral, agama dan adat istiadat atau bebiasaan yang berlaku dalam masyarakat setempat.
Kita mengambil sebuah contoh karya seni rupa yang menampilkan aurat wanita atau laki-laki yang dari berbagai kalangan menyebutnya sebagai karya pornografi yang melanggar kesusilaan dan ajaran agama. Pengkategorian tersebut mendapat pembelaan yang gencar dari seniman penciptanya dan juga dari kelompok yang berpihak pada karya tersebut dan berdalih mengatakan bahwa itu adalah karya seni murni dan sebagai ekspresi bebas dari senimannya. Maka timbullah istilah di Barat L’art pour l’art atau Seni untuk Seni[i]. Ini adalah semboyan yang biasa didengungkan sebagai ungkapan bahwa kesenian hanya bertujuan dan berfungsi untuk kesenian itu sendiri. Istilah ini dicetuskan pertama kali oleh Theophile Gautier (Prancis) yang merupakan reaksi dari keadaan pada zamannya. Ia menelorkan gagasan ini agar seni dimurnikan kembali dari tendensi-tendensi yang ada sebelumnya, baik yang politis, komersial materialistik sebagai revolusi industri, maupun yang oralistik ala Plato dan Tolstoy. Pada prinsipnya ia meminta agar seni dinikmati dan dihargai bukan karena alasan-alasan lain yang ada di luar seni itu sendiri. Jadi paham ini lebih cenderung kepada paham hedonistikyaitu upaya mencari kesenangan duniawi semata, tanpa menghiraukan nilai-nilai lainnya, termasuk nilai agama. Seorang Affandi bila ditanyakan tentang lukisannya yang tanpa busana baik itu lukisan potret dirinya maupun modelnya wanita telanjang (nude), beralasan bahwa sewaktu kita baru lahir tanpa busana dan moment itulah yang ingin diwujudkan dalam karyanya. Bila kita mengamati karya-karya Affandi yang bertema seperti itu, walaupun tanpa busana ternyata karya tersebut tidak menimbulkan nafsu birahi bagi yang melihatnya, malah kita merasa kasihan dan iba melihatnya misalnya wanita dengan kondisi tubuh yang kurus kering, lain halnya dengan tema yang sama hasil karya pelukis naturalis Basuki Abdoellah.
Lukisan Affandi yang lain adalah tentang seorang pengemis bertopi caping berjudul; Dia datang, dia menunggu, dia pergi, karya tersebut dibuat pada tahun 1944. Medianya menggunakan akuarel. Affandi tidak melihat pengemis sebagai objek yang selesai setelah dilukis. Dia tidak berlaku sebagai seorang juru potret yang menjepret objek setelah itu selesai. Tetapi dia masuk ke dalam obyek, menghayati dalam arti sesungguhnya. Bahkan dia pernah bilang pada isterinya Maryati, kalau ingin hidup menggelandang dan sekalian mengemis untuk menangkap esensi kehidupan mereka. Walaupun Maryati menolak niat “edan” ini. Affandi menulis kalimat-kalimat di atas secarik kertas tentang pengemis yang dilukisnya: “Tiap hari saya observer ini orang tua. Saya perhatikan kalau dia jalan di jalan besar menuju ke rumah saya. Kemudian dia membuka topi dan berdiri di depan rumah. Sebelum saya kasih apa-apa, selalu saya ajak dia ngobrol, sambil saya observer dia, kemudian sesudah saya kasih uang, dia pergi. Saya lihat-lihat cara dia pergi berjalan. Beberapa minggu saya observer dia, kemudian dapat ide sehingga jadi ini lukisan. Tiap hari dia dilukis dan selama itu dia jadi tamu saya, di logeren saya. Waktu malam sebelum dia tidur saya mengobrolkan penghidupan. Dalam tahun 1947 saya sekonyong ketemu dia di pasar sedang mengemis. Dia senang sekali dan minta saya suka datang ke rumahnya. Sayang saya tidak dapat datang berhubung saya sedang dinas di front depan Krawang. Memang saya terharu, begitu baik hati orang ini dan pula mempunyai rumah sendiri. ……dst.[ii]
Jadi, karya seni rupa yang mendidik adalah karya-karya yang bila ditonton atau diamati kita mendapatkan suatu pelajaran yang berharga. Pelajaran yang dapat diambil dari karya pelukis Affandi pada intinya adalah tentang rasa kasih sayang dan solidaritas sesama manusia. Pelajaran adalah tentunya yang sesuai dengan tujuan pendidikan kita yaitu antara lain; membentuk watak kepribadian serta peradaban bangsa, menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab. Tentunya ini adalah suatu tujuan yang sangat ideal dan mulia yang mana suatu karya sangat jarang memuat kesemuanya itu, dan paling tidak ada salah satunya sudah bisa dianggap suatu karya yang mendidik. Misalnya kita ambil contoh yang sedang marak pada akhir-akhir ini adalah karya seni rupa yang bermuatan politik, penggambaran orang-orang yang berunjuk rasa, hal itu menunjukkan bagaimana seniman turut merasakan gejolak yang terjadi dalam masyarakat dan ingin mendidik tentang bagaimana menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab, yang menghargai pendapat dan aspirasi orang lain.
Sebetulnya dalam bidang kesenian para seniman dapat memadukan berbagai bidang lainnya, menurut Wardani[iii], seni rupa, musik, tari, drama dapat dipadukan di samping keterpaduan dengan ilmu lain seperti matematika, IPA, IPS, agama, olahraga dan lain-lain. Selanjutnya dinyatakan bahwa melalui pendidikan seni yang tepat dan benar diharapkan perkembangan mental peserta didik seperti kepekaan estetis artistik, daya cipta, intuitif, imajinatif, dan kritis terhadap lingkungan dapat berkembang secara optimal. Kesemuanya itu dapat membentuk karakter bangsa untuk generasi penerus dalam kehidupan berbangsa. Diharapkan lewat karya seni rupa dapat menjadi media untuk mengembangkan akhlak yang mulia.
Seni Rupa Berfungsi Menghias
Setiap karya seni rupa mempunyai fungsi menghias, artinya dengan kehadiran sebuah karya seni (lukisan) dalam sebuah ruangan dapat menambah semarak suasana ruangan. Apalagi dengan penempatan yang tepat dapat menjadi penyeimbang dengan objek yang ada di sekelilingnya. Misalnya penyesuaian dengan penataan kursi, meja, vas bunga, kalau lukisan itu ditempatkan di ruang tamu. Jadi berfungsi sebagai salah satu elemen dalam penataan komposisi yang diinginkan. Dalam hal ini fungsi sebuah karya seni rupa tak lebih adalah sebagai benda pajangan, penghias ruangan. Sekalipun demikian fungsi ini bukan semata untuk menghias ruangan apalagi kalau itu dimuati dengan tema-tema yang dapat menarik perhatian bagi pemirsanya misalnya tema-tema tentang dakwah, politik dan masalah sosial kemasyarakatan lainnya.
Fungsi menghias dimaksudkan adalah karya seni rupa yang diperuntukkan khusus pada sebuah ruangan misalnya; lukisan buah-buahan ditempatkan di ruang makan, lukisan yang menggambarkan keluarga bahagia ditempatkan di ruang keluarga, lukisan kaligrafi dan masjid ditempatkan di ruang salat atau musallah, lukisan yang berwarna cerah dipajang di kamar tidur dan sebagainya. Karya-karya tersebut menganut asas keserasian dengan tempat atau dinding di mana karya itu ditempatkan.
Seni Rupa Berfungsi Menghibur
Pada umumnya berbagai bidang seni berfungsi menghibur. Artinya, setelah kita mengamati sebuah karya seni rupa kita mendapatkan sesuatu yang menghibur, membuat kita melupakan sejenak problematika kehidupan yang dialami. Kita merasa berada dalam suatu zona yang aman tenteram terhindar dari rasa resah dan gelisah. Pokoknya kita merasa mendapatkan sesuatu yang membahagiakan dan menyenangkan. Tidak salah kalau ada kritikus seni yang mendefinisikan seni adalah sesuatu yang menyenangkan.
Timbul sebuah pertanyaan bahwa terkadang juga kita menikmati sebuah karya seni rupa kita mendapatkan kesan yang tidak menyenangkan. Kita mendapatkan kesan kasihan, menjijikkan, menggemaskan, menyedihkan dan sebagainya. Seperti melihat foto-foto, atau lukisan yang menggambarkan dengan nyata bagaimana penderitaan yang dialami seseorang yang tinggal di kolom jembatan misalnya. Apakah penderitaan itu disebabkan karena ulah sendiri maupun penderitaan yang diakibatkan oleh faktor alam seperti tanah longsor, banjir, erupsi gunung merapi dan sebagainya. Walaupun demikian, karya seperti itu cukup berhasil dalam hal menggugah hati penontonnya. Dan dengan demikian kita mendapatkan suatu pencerahan, yang pada akhirnya kita merasa terhibur di samping bisa juga menggerakkan hati mau berbagi rezki kepada saudara kita yang kurang beruntung.
Seni Rupa Berfungsi Menginformasikan
Banyak karya seni rupa mengangkat tema-tema yang lagi hangat dibicarakan dalam masyarakat. Hal itu menjadi sumber inspirasi bagi seorang seniman untuk memulai kreasinya, misalnya mengangkat tema-tema tentang wabah penyakit yang harus diwaspadai, informasi tentang kebijakan pemerintah dan yang lainnya. Melalui karya seni rupa terkadang informasi itu lebih efektif dibandingkan dengan lewat pidato dan berupa teks saja, apalagi kalau itu dibuat jenaka yang dapat membuat orang terhibur. Contoh lain pemberitaan yang lagi hangat tentang korupsi misalnya, para seniman bisa menjadikannya sebagai tema dalam karyanya. Tentu tidak secara vulgar menampakkan wajah dari pelakunya. Hal itu untuk menghindari klaim atau tuntutan dari orang yang bersangkutan. Karya seni yang baik adalah karya yang tidak secara langsung mengarahkan kritikan kepada seseorang atau sekelompok saja, tetapi bersifat universal, jadi yang dituju adalah menyangkut karakter kemanusiaan secara keseluruhan.
Informasi yang disampaikan juga semestinya informasi yang dijamin keakuratan datanya, kebenaran informasinya, tidak boleh mengandung kebohongan, karena kalau suatu karya tidak sesuai kenyataan hal itu bisa disebut sebagai kebohongan publik. Karya yang dimaksud adalah karya aliran realistis bukan aliran surealistis. Aliran surealistis adalah sebuah penggambaran alam mimpi, khayalan, yang terkadang tidak ditemukan di alam nyata, karena konsep awalnya adalah memang karya imajinatif, yang sering tidak sesuai dengan kenyataan misalnya lukisan kuda bersayap, ayam berkaki empat dan sebagainya. Informasi yang disampaikan lewat karya hendaknya informasi yang mendidik, dan menghibur para penontonnya. Informasi yang dapat mencerahkan perasaan apresiatornya. Dengan demikian perlu dihindari informasi yang dapat membingunkan dan meresahkan masyarakat.
Penutup
Pada kesimpulannya adalah sebuah karya seni rupa hendaknya ditempatkan menurut sepantasnya, karena karya itu di samping berfungsi sebagai penghias ruangan, pemberi informasi dan sebagai penghibur, yang tak kalah pentingnya adalah fungsinya sebagai pendidik buat seisi rumah, seluruh keluarga yang setiap harinya selalu berhadapan melihat karya-karya seni rupa yang terpajang di dinding, entah itu disengaja atau tidak. Hendaknya kita bisa menyeleksi karya yang bagaimana yang mendidik, membina moral kepribadian anak dalam mempersiapkan masa depan mereka. Dengan memajang karya seni rupa di rumah dengan sendirinya kita telah memberikan sebuah “materi” pembelajaran bagi keluarga. Sebagaimana dinyatakan oleh Sanjaya[iv] bahwa, belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan prilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Hal itu terjadi pada diri masing-masing individu. Karya seni rupa yang mendidik dimaksudkan adalah karya yang memiliki roh yang bersumber dari tujuan pendidikan nasional kita. Karya seni rupa, merupakan salah satu bidang yang perlu mendapat perhatian dalam pembentukan karakter bangsa, yang semestinya penerapannya berawal dari keluaga kita masing-masing sebagai salah satu unit terkecil dari masyarakat.
Semoga ***
[i] Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa: Kumpulan Istilah Seni Rupa. Yogyakarta: Kanisius.
[ii] Rizal, Ray. 1990. Affandi: Hari Sudah Tinggi. Jakarta: Metro Pos.
[iii] Wardani, Cut Kamaril, 2004. Pendidikan Melalui Seni dalam Pendekatan Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
[iv] Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
kok Ga Bisa Di Copy Ya? :(
ReplyDelete